Prof. Jasin Tuloli : Pers Harus Jujur, Tulislah Apa Adanya

Insan media di tanah air memperingati hari pers nasional (HPN), selasa 9 Februrari 2021. Peringatan tahun ini digelar berbeda, kondisi bangsa yang menghadapi pandemi, membuat ‘hari raya’ para wartawan ini digelar virtual. Kendati begitu, ucapan hari pers, seharian kemarin terus mengalir dari tokoh-tokoh bangsa. Tak terkecuali, Prof Jasin Tuloli, M.Pd. Guru besar dan mantan wartawan ini punya harapan besar untuk pers diera serba digital seperti saat ini.

=========

Ruang kerja yang berukuran sekira 3 meter x 3 meter itu penuh dengan tumpukan buku baik di meja kerja maupun di rak buku. Di atas meja sebuah buku terbuka, terlihat sudah setengah dari isi buku tersebut dibaca. Meski diusia senja, Prof DR Jasin Tuloli, MPd, mantan Rektor Universitas Gorontalo masih terus mengisi waktu luangnya dengan membaca dan juga menulis. Hingga saat ini Jasin masih menjadi penulis tetap di Harian Gorontalo Post.

Ketika wartawan koran ini bertandang ke kediamannya, Selasa (9/2) kemarin, Ketua KPU Provinsi Gorontalo yang pertama ini langsung memberi ucapan Selamat Hari Pers Nasional. “Selamat Hari Pers Nasional yaa. Semoga pers tidak kehilangan daya kritisnya,” ujar Tuloli sambil mempersilahkan wartawan koran ini duduk di kursi yang berada tepat di hadapannya.

Semangatnya masih berapi-api ketika bercerita tentang kondisi pers saat ini. Jassin yang mengaku sebagai anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di tahun 1960-an itu meminta agar dalam menulis, pers harus jujur. “Sekarang ini saya melihat pers mulai kehilangan daya kritis. Padahal apa yang ditulis oleh pers itu bukan kritikan tetapi sebagai kontrol sosial sebagaimana fungsi pers itu sendiri,” kata Mantan Pembantu Rektor III IKIP Negeri Manado ini.

Demikian juga dengan pemerintah, menurutnya tidak boleh alergi kritik karena wartawan menulis apa adanya. Tidak ada kepentingan apa-apa dengan semua yang ditulisnya. “Kata guru saya, dunia ini diperbaiki oleh pers. Mau jadi hitam, atau putih asalkan dalam memberitakan sesuatu pers harus jujur. Karena pers memperbaiki kondisi dengan cara persuasif,” tambahnya lagi. Jasin pun menceritakan bagaimana ketika dirinya diberitakan “Bodoh” di media berdasarkan penyampaian seorang warga.

Saat itu Jasin dikonfirmasi oleh wartawan dan menyampaikan akan ada pemberitaan yang menyatakan Jasin Tuloli bodoh. Namun dirinya tidak marah sedikitpun. Malah meminta wartawan untuk menulis apa adanya, tanpa menambah dan tanpa mengurangi. Hanya saja dirinya meminta untuk keseimbangan berita ada konfirmasi darinya. Dan Jasin pun hanya menyampaikan bahwa sedangkan dirinya yang profesor masih dikatakan bodoh apalagi yang bukan profesor.

Seperti itulah kata Jasin, menjadi pejabat harus mengerti posisi pers. Tidak boleh alergi kritik. Namun dalam pemberitaan, pers juga tetap harus berpegang pada Kode Etik Wartawan.  Jasin berharap semoga ke depan pers makin baik dan tidak kehilangan daya kritisnya. Di akhir perbincangan, Jasin menyerahkan enam buah buku hasil karyanya selama ini. “Semoga buku ini bermanfaat untuk kalian,” harapnya. (Fem)

Comment