Idah Minta Pemerkosa 12 Santriwati Dihukum Kebiri atau Seumur Hidup

JAKARTA – GP – Kasus pemerkosaan belasan santri di Bandung, Jawa Barat, mengundang prihatin semua pihak. Tak terkecuali anggota komisi VIII DPR RI, Idah Syahidah Rusli Habibie. Anggota fraksi Golkar ini mengecam keras perilaku tak senonoh yang diduga dilakukan Herry Wirawan, seorang ustad yang juga pemilik Madani Boarding School di Bandung itu.

Menurut Idah, pelaku layak dihukum berat, hukuman kebiri atau penjara seumum hidup sangat pantas didapatkan pelaku. Perbuatan pelaku dinilai Idah Syahidah, sengat keji. Tidak hanya menghacurkan masa depan para santriwati, juga mencoreng nama pesantren.
“Saya mengutuk, mengecam keras dan menuntut hukuman seberat-beratnya atas apa yang dilakukan pelaku. Dan Pemerintah harus memberi perlindungan kepada 12 korban, juga kepada delapan bayi yang telah dilahirkan akibat perbuatan pelaku,” kata Idah Syahidah di Jakarta. Dalam kasus ini, 8 dari 12 koran, sudah melahirkan.

Idah yang juga tokoh pemberdayaan dan perlindungan Perempuan Gorontalo ini menegaskan, pelaku dapat diterapkan hukuman maksimal sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Hukum kebiri menjadi pilihan, yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. “Dengan korban yang sangat banyak dan masih usia anak-anak, harusnya bisa memenuhi unsur Pasal 81 Perppu 1 tahun 206 yang menjadi UU 17 tahun 2016 itu. Minimal seumur hidup, tapi saya menuntut agar diberikan hukuman maksimal,” tegas Idah.

Pelaksanaan hukum kebiri tersebut ditambahkan Idah, diatur adalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020. Beleid tersebut mengatur mengenai tata cara kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pasal 1 Ayat 2 aturan tersebut menyebutkan, kebiri adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain. Kebiri diberikan kepada pelaku yang pernah dipidana, karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.

Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggunya atau hilangnya fungsi reproduksi dan/atau korban meninggal dunia untuk menekan hasrat seksual berlebih yang disertai rehabilitasi. Selain itu menurut Ketua Kwarda Pramuka Provinsi Gorontalo ini, fokus yang harus diberikan juga kepada para korban. Sebab, dengan apa yang telah terjadi, harus ada proses recovery kepada para santriwati sehingga mentalnya kembali pulih. “Saya dapat cerita para korban suka berteriak takut mendengar nama pelaku, ini menjadi ganguan psikologis berat korban. Kita harus bergerak melindungi dan merehabitasi psikologi para korban. Agar masa depan mereka kembali cerah,” pungkas Idah yang memang terkenal peduli dengan kasus-kasus perlindungan perempuan dan anak. (tro)

Comment