Jalan Samurai Angelina Sondakh

Oleh

Endi Biaro

Staf Ahli Almarhum Adjie Massaid.

Angelina Sondakh belum habis. Pundi-pundi kekayaan material yang ia miliki mungkin susut banyak. Karir politik juga pasti berat.

Tapi ada satu ruang yang dia bisa isi: menginspirasi orang-orang. Jika orang yang jahat bawaan saja bisa viral dan banyak folowers, apalagi Angie, yang kebetulan jatuh karena melakukan kesalahan politik (dan sudah dia selesaikan).

Begini. Publik butuh role model, the exemplary person, atau teladan, justru dari orang-orang yang pernah keliru, tetapi berani tanggung jawab. Lantas si sosok ini ada indikasi melakukan perubahan ke arah lebih baik.

Mbak Angie sepertinya memilki hal-hal itu.

Jalan hidupnya mirip roller coaster. Melesat ke puncak. Tenar. Menarik. Lalu terjerembab.

Saat menetap di hotel pro deo, beberapa publikasi melansir kabar, ia tekun belajar banyak hal.

Dan untuk urusan belajar sesuatu, Saya saksi langsung.

Betapa Angie adalah pribadi pembelajar. Hasrat ingin tahunya kuat. Tak sungkan bertanya. Ada ikhtiar membangun khasanah intelektual.

Tak jarang dia tanya: “Kamu lagi baca buku apa, Endi?”

Atau: Endi, istilah ini apa sih maksudnya? Dan serentetetan pertanyaan interogatif (kritis, menggali dalam).

Kala itu dia Anggota DPR yang bersinar, Wasekjen Partai Demokrat (yang tengah berkuasa). Sibuk. Narsumber di mana-mana. Menjadi brand ambassador rupa-rupa program.

Staf Ahlinya saja banyak, karena dia duta baca, duta LIPI, duta catur, duta penyelamatan orang utan, dan lain-lain. Tapi tetap dia punya waktu belajar. Sekurangnya, ingin tahu gambaran isi buku tertentu.

Di titik ini, Saya kenal persis, dia terbuka terhadap medan gagasan. Tidak otak sempit. Buktinya, meski belum Mualaf, tapi dia tertarik dengan buku-buku keIslaman yang tergeletak di meja kerja Saya, atau di Meja Mas Adjie (Almarhum Adjie Massaid).

Lantas ketika dia menjadi Muslimah, lalu terhantam prahara, tradisi intelektualnya mungkin menguat. Reading habit (kebiasaan membaca) sudah terbentuk. Jadi nyaman saja baginya, misalnya, memperdalam ilmu-ilmu keislaman, baca tafsir, atau menghapal Al Qur’an.

Itu sisi terang beliau. Seperti apa aspek minus yang semoga terkikis, lalu publik bisa belajar banyak padanya.

Ini kritik. Saya tak ada beban, tak ingin memuji atau apa, melainkan ingin ada tokoh otentik yang bersedia jujur.

Mbak Angie ini agak kurang mampu mengolah tabiat ingin selalu menonjol, ingin menguasai, dan ingin (maaf) memiliki terlalu banyak.

Semoga pengalaman yang ia tempuh kemarin, memancarkan kearifan.

Sekali lagi, Angelina Sondakh belum habis. Bahkan potensial menanjak. Ia punya segalanya untuk tetap melekat di memori publik.

Kini justru dia pribadi unik, yang pernah ada di dua dunia (dunia bebas, dunia terbatas).  Dan ini kesempatan pembuktian atas teori lama yang pernah ia tulis dalam buku, bahwa kecantikan bukan modal utama Saya.

Ibarat Samurai, dia punya dua opsi, harakiri (karena merasa tercoreng dan lalu menusukkan belati ke ulu hati), atau memilih jalan pedang, samurai tanpa tahta, tetapi terus berjuang.

Ya benar. Mbak Angie tak harus kembali ke kancah kekuasaan. Beliau bisa mengandi di jalur pencerahan publik.

Modal utama Angelina Sondakh saat ini adalah mengabarkan aneka kebaikan, kesabaran, dan merawat harapan. Orang boleh jatuh, tapi tak boleh lumpuh. (*)

Comment