Gorontalopost.id – Silang sengketa Gubernur Rusli Habibie dan anggota DPRD Gorontalo, Adhan Dambea, akhirnya bermuara di Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo.
Perkara dugaan pencemaran nama baik itu mulai disidangkan, Rabu (6/4) kemarin. Adhan Dambea dihadirkan sebagai terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di PN Tipikor, Kota Gorontalo itu.
Sidang yang dipimpin tiga majelis hakim ini, berlangsung kurang lebih dua jam, selain pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), La Ode Khairul Hakim, persidangan juga langsung diteruskan dengan eksepsi terdakwa, yang dibacakan secara bergantian oleh tim penasehat hukum (PH) Adhan Dambea.
Seperti diketahui, perkara ini bermula dari pernyataan Adhan Dambea pada salah satu media online, yang menyentil dugaan keterlibatan Rusli Habibie pada dugaan korupsi Rp 53 Miliar APBD Pemprov Gorontalo. Rusli terusik dengan tudingan itu, apalagi dalam penggalan berita disebutkan jika diduga uang tersebut digunakan untuk kepentingan Pemilu 2019.
Pada 8 Juni 2021, Rusli mendatangi Polda Gorontalo dan mengadukanya. JPU La Ode Khairul Hakim, dalam dakwaanya juga menyebutkan, perkara bermula pada 6 Juni 2021, sekira pukul 16.00 wita, Adhan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Sebelum itu, Adhan mengundang salah satu seorang wartawan dari media online untuk mewawancarainya di rumah makan Coffee Toffee, Kota Gorontalo.
Dalam proses wawancara dilakukan dengan cara merekam. Sebelum diterbitkan ke media online, hasil wawancara tersebut lebih dulu dibaca Adhan, kemudian pada 7 Juni 2021, berita itu dimuat di salah satu media online, dengan judul “Diduga 53 Milyar Raib Dari APBD Provinsi Gorontalo 2019, Adhan Dambea : Aparat Hukum Jangan Main Mata dengan Kasus Korupsi Rusli Habibie”.
Dibagian paragraf terakhir berita tersebut, dituliskan pernyataan Adhan yang menduga dana Rp 53 miliar yang tidak jelas kemana itu, digunakan oleh Rusli Habibie pada Pileg 2019 untuk serangan fajar.
“Dan saya meminta sekali lagi kepada pihak aparat penegak hukum dan pemeriksa keuangan agar jangan ‘main mata’ dengan kasus korupsi Rusli Habibie, karena aparat penegak hukum wajib mengusut tuntas kemana anggaran Rp 53 M yang berasal dari uang rakyat tersebut,”ujar JPU membacakan isi berita hasil pernyataan Adhan, kemarin.
Sementara itu Rusli Habibie sebagai korban, pada tanggal 8 Juli 2021 telah melihat dan membaca berita tersebut, langsung melaporkan ke pihak yang berwajib.
Oleh JPU, perbuatan Adhan diduga melanggar pidana dalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Dalam dakwaan primair, terdakwa juga diancam pasal 311 (1) KHUP, subsidair padal 207 (1) KUHP.
Dalam kesempatan itu, pada sidang eksepsi, tim penasehat hukum terdakwa menyoroti penggunaan undang-undang ITE untuk menjerat Adhan Dambae, sebab dalam tahap penyidikan hingga proses tahap dua atau pelimpahan barang bukti dan tersangka, tidak ada UU ITE yang digunakan.
“Bahwa dalam surat dakwaan a qou yang dibuat jaksa penuntut umum bahwa, telah merumuskan tindak pidana dalam pasal 310 KHUP jo pasal 311 KUHP jo pasal 207 KUHP, jo pasal 5 (3) UU ITE, maka surat dakwaan a qou mengandung cacat hukum,”ujar salah satu penasehat hukum. Hal itu menurut tim penasehat hukum Adhan, lantaran pelapor dalam kasus tersebut yakni penasehat hukum korban, tidak memiliki legal standing dalam perkara terserbut.
Adhan Dambea sendiri kepada wartawan usai persidangan mengatakan, jika sejak 2021, perkara ini sudah berproses, pertama laporan Suslianto, penasehat hukum Rusli Habibie ke Mapolres Gorontalo, dan yang dilaporkan langsung Rusli Habibie ke Polda Gorontalo.
“Intinya dari dua laporan ini, dua lembaga, materinya yang utama adalah korupsi, saya dianggap melakukan pencemaran nama baik, melakukan penghinanaan. Mengapa saya melakukan itu, karena saya ingin mengungkap dugaan korupsi di Gorontalo. Ada dugaan Rp 53 M raib di Provinsi Gorontalo,”ujar Adhan Dambea.
Begitu pun yang laporan yang di Mapolres Gorontalo. Adhan Dambea mengatakan, laporan tersebut terkait rekaman dimana dia menjelaskan semua persoalan korupsi di Gorontalo.
“Dan yang paling utama saya minta disitu ialah agar aparat penegak hukum jangan membiarkan (dugaan) korupsi pak Rusli Habibie. Itu yang saya katakan dalam rekaman tersebut,”katanya.
Meski demikian, lanjut Adhan, penjelasanya tersebut berbuntut laporan, maka jangan diabaikan edaran Jaksa Agung dengan keputusan tiga mentri, ditambah dengan edaran Bareskrim Polri Nomor 345 tahun 2005. “Disitu dinyatakan, intinya di proses dulu korupsi baru pencemaran nama baik dan ini tidak terjadi,
padahal sudah disampaikan ke pihak kepolisian ke kejaksaan, resmi saya menyurat dan meningatkan bahwa ini aturan,”ujarnya. Adhan juga menyebutkan, jika kapasitasnya bicara seperti itu terkait dengan posisinya sebagai anggota DPRD. Menurtunya, sebagai anggota dewan, ia memiliki hak imunitas, sebagaimana dilindungi UU 23 tahun 2014 pasal 122 (1).
“Ayat 2 anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan karena pernyataannya yang tertulis maupun tidak diluar maupun di dalam sesuai dengan fungsi kewenangan,”tandas mantan Wali Kota Gorontalo itu. Sebelumnya, pada tahun 2021 lalu, Rusli Habibie usai melaporkan perkara tersebut ke Mapolda Gorontalo, mengaku nama baiknya dicemarkan dan difitnah, lantaran pemberitaan tudingan Adhan terkait dugaan korupsi senilai Rp 53 miliar dari APBD 2019 itu.
“Saya punya keluarga besar Habibie dan Sidiki. Punya adik-adik. Mereka bilang kak ini sudah kesekian kali, sudah keterlaluan. Saya bilang jangan, biarkan saya menempuh jalur hukum,” kata Rusli, saat itu. “Martabat saya hancur, keluarga saya malu, dan wartawan itu pun tanpa konfirmasi ke saya. Etikanya kalau dapat informasi itu, konfirmasi ke saya,” tegas Rusli.
Dia menjelaskan penggunaan dana APBD 2019 telah diaudit oleh BPK dan Pemprov Gorontalo berhasil meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Saya bantah tuduhan itu, tidak benar. Serangan fajar apa.
Yang caleg waktu itu, kan, istri saya. Lagi pula tidak mungkin BPK tidak tahu ada dana Rp 53 miliar yang tidak bisa kami pertanggungjawabkan,” tutur pria 58 tahun itu.
Sidang perkara ini akan kembali dilanjutkan pekan depan. Sementara di luar ruang sidang, pengjung sangat ramai, beberapa polisi juga disiagakan, jalan depan pengadilan juga tersendat, lantaran banyaknya kenderaan yang parkir disisi jalan. (mg12)
Comment