GORONTALO – GP – Siaran televisi digital, menjadi era baru dalam dunia penyiaran di Indonesia. Perkembangan teknologi yang terus bergerak, mengharuskan Indonesia melakukan migrasi siaran analog ke siaran digital. Selain, konstitusi seperti yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja juga mewajibkan untuk mematikan siaran analog. Pemerintah sudah mengagendakanya, analog switch off (ASO) paling lambat 2 November 2022 sudah diberlakukan di seluruh Indonesia.
Staf Khusus Kementerian Kominfo RI, Rosarita Niken Widiastuti, pada bimbingan teknis penggunaan penerapan perangkat tv digital dan set top box (STB), kamis (16/6) secara daring, menekankan tentang banyaknya keunggulan siaran digital. Seperti gambar yang dihasilkan bersih, suaranya jernih, didukung dengan teknologi yang canggih. “Dan untuk menangkap siaran digital tidak perlu untuk mengganti televisi,”ujarnya.
Berbeda kata Rosarita Niken Widiastuti, ketika jaman dulu terjadi tranformasi dari siaran televisi hitam putih ke siaran televisi berwarna. “Itu harus ganti televisi, sebab tidak ada alat yang bisa mengganti siaran hitam putih menjadi berwarna,”ujarnya. Dengan siaran analog ke siaran digital, televisi jenis apapun bisa digunakan. “Televisi tabung bisa, televisi layar datar bisa. Hanya menambah alat yang namanya set top box,”jelasnya. Set top box, merupakan dekoder penangkap siaran digital. Sehingga cukup menambahkan STB kemudian menghubungkan dengan antena, siaran digital sudah bisa ditonton dengan gratis.
Keunggulan lain dari siaran digital adalah jumlah kanal yang makin banyak. Dengan siaran analog, kata dia, bisa saja hanya ada 6 sampai 12 kanal, namun siaran digital, bisa lebih dari 20 kanal. Hal ini sama persis dengan Gorontalo, siaran analog hanya ada 12 kanal siaran televisi, namun sejak siaran digital diharuskan, saat ini sudah ada 20 kanal yang mengudara di Gorontalo. “Ini juga efisiensi penggunaan frekuensi. Kalau analog itu setiap (stasiun) televisi menggunakan satu frekuensi. Di Indonesia itu ada kurang lebih 700 televisi, berarti jumlah frakuensi yang terpakai juga begitu (jumlahnya),”jelas dia.
Siaran digital tidak demikian, sangat irit dalam penggunaan frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas. Sebab, hanya dengan satu frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran penyelenggara multipleksing, bisa memuat hingga 12 kanal siaran. Sehingganya, sisa frakuensi yang ada, bisa digunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk kebutuhan internet, atau untuk peningkatan teknologi 5G. “Maka, dengan tersedianya kebutuhan internet, bisa untuk (menjadi) konten kreator untuk isi siaran televisi digital,”jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan STB, Rosarita Niken Widiastuti berharap agar masyarakat yang mampu untuk segera membelinya secara mandiri, sebab yang mendapat bantuan STB gratis sesuai komitmen dengan lembaga penyiaran hanyalah masyarakat miskin. “Dan kami imbau untuk membeli STB sendiri, STB yang sudah tersertifikasi atau sudah lolos uji dari Kominfo,”tandasnya. Terakait dengan pembagian STB gratis, Gorontalo kebagian jatah sebanyak 48.334 unit. (tro)
Comment