Oleh:
Yusran Lapananda
Bulan Juli hingga Desember adalah siklus APBD. Rentang waktu penyusunan, pembahasan, persetujuan & penatapan APBD terbilang panjang, kurang lebih 6 bulan lamanya. Lamanya waktu cukup beralasan, sebab penyusunan RAPBD terdiri dari 3 dokumen, KUA/PPAS, RKA-SKPD & RAPBD. Ditambah waktu pembahasan hingga penetapan APBD.
Waktu yang panjang & lama tak menjamin APBD berkualitas. Tak membuat Kepala Daerah, TAPD, PPKD patuh atas siklus APBD. Masih terdapat Pemda yang tak patuh atas penyusunan APBD, KUA/PPAS & RKA-SKPD. Ketidakpatuhan atas siklus APBD menyebabkan pengajuan RAPBD kepada DPRD terlambat & tak tepat waktu hingga penetapan RAPBD menjadi APBD melewati batas waktu dan/atau bersebab tidak disetujui oleh DPRD.
Ketidakpatuhan atas siklus APBD dari tahun ke tahun berulang. Keterlambatan atas penyusunan RAPBD, pengajuan RAPBD, & penetapan APBD terulang. Padahal pada pengajuan RAPBD & persetujuan RAPBD menjadi APBD sanksi administrasi menanti. Tapi, Pemda-Pemda (Kepala Daerah, TAPD, & PPKD) tak memperbaiki kesalahan & kekeliruan ini.
Dalam siklus APBD, terdapat Pemda yang telah mengajukan Ranperda tentang APBD kepada DPRD, & terdapat Pemda belum mengajukannya. Terdapat Pemda masih bergelut dengan penyusunan/pembahasan KUA/PPAS. Terdapat Pemda masih menyusun RKA-SKPD. Padahal batas waktu pengajuan RAPBD kepada DPRD, 30 September & persetujuan RAPBD menjadi APBD, 30 Nopember.
Dari batas waktu ini, Pemda jika terlambat mengajukan RAPBD kepada DPRD, Kepala Daerah menanggung akibatnya, diberi sanksi administrasi berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 6 bulan. Jika RAPBD yang telah diajukan oleh Pemda kepada DPRD dalam penetapannya melewati batas waktu 30 Nopember, Kepala Daerah & DPRD diberi sanksi administrasi berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya selama 6 bulan. Pengenaan sanksi administrasi kepada DPRD untuk seluruhnya (pimpinan & anggota), tak terkecuali kepada pimpinan & anggota yang tidak menyetujui atau tak hadir dalam pengambilan keputusan.
DPRD dibebaskan dari sanksi administrasi kala keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh Kepala Daerah terlambat mengajukan RAPBD kepada DPRD melewati batas waktu 30 September. Kepala Daerah & DPRD secara keseluruhan tak mengambil keputusan persetujuan RAPBD menjadi APBD dikenakan sanksi administarsi secara bersama-sama tanpa terkecuali.
SIKLUS RAPBD & APBD
Konstruksi hukum penyusunan RAPBD sebagaimana diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terdiri dari dokumen KUA/PPAS, RKA-SKPD & RAPBD. Untuk menghasilkan RAPBD & APBD terdapat siklus yang harus dipatuhi & ditaati oleh Pemda (Kepala Daerah, TAPD, PPKD & SKPD). Siklus RAPBD berawal dari penyusunan rancangan KUA/PPAS. Kewajiban menyusun rancangan KUA & PPAS tanggungjawab Kepala Daerah dibantu oleh TAPD berdasarkan RKPD dengan mengacu pada Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD yang setiap tahun diterbitkan oleh Mendagri. Dalam kontruksi hukum PP Nomor 12 Tahun 2019, RKPD bukan lagi sebagai bagian dari siklus penyusunan RAPBD tapi merupakan bagian dari dokumen & siklus rencana pembangunan daerah. Sebelumnya sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (dicabut dengan PP Nomor 12 Tahun 2019), RKPD bagian dari dokumen penyusunan RAPBD sebelum penyusunan KUA/PPAS.
Rancangan KUA/PPAS yang sudah tersusun disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat minggu Kedua Juli untuk dibahas & disepakati. Kesepakatan & penandatanganan KUA/PPAS oleh Kepala Daerah & pimpinan DPRD paling lambat minggu Kedua Agustus. Berdasarkan KUA/PPAS, Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. Tata cara penyusunan RKA-SKPD berpedoman pada Perda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Siklus berikutnya, berdasarkan RKA-SKPD, PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah) menyusun RAPBD. Selanjutnya, disampaikan kepada Kepala Daerah. Kepala Daerah wajib mengajukan RAPBD kepada DPRD paling lambat 30 September, Kepala Daerah & DPRD wajib menyetuju bersama RAPBD paling lambat 30 Nopember. Selang 3 hari, RAPBD yang telah disetujui disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Mendagri untuk RAPBD Provinsi & kepada Gubernur untuk RAPBD Kabupaten/Kota untuk dievaluasi. Batas waktu evaluasi paling lama 15 hari. Jika hasil evaluasi Ranperda tentang APBD sesuai dengan regulasi yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA/PPAS & RPJMD, Kepala Daerah menetapkan Ranperda tentang APBD menjadi Perda. Jika, hasil evaluasi tidak sesuai dengan regulasi yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA/PPAS dan RPJMD, Kepala Daerah (TAPD) bersama DPRD (Banggar) menyempurnakannya. Hasil penyempurnaan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD, yang selanjutnya menjadi dasar penetapan Perda tentang APBD.
SANKSI ADMINISTRASI PADA PENGAJAUAN & PERSETUJUAN APBD
Dalam pengajuan RAPBD & persetujuan RAPBD terdapat sanksi administrasi. Sanksi administrasi sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sanksi administrasi dikenakan kepada Kepala Daerah saja, & dikenakan secara bersamaan kepada Kepala Daerah & DPRD.
Sanksi Administrasi pada Pengajuan RAPBD. Pengaturan atas pengajuan & batas waktu penyampaian Ranperda tentang APBD diatur dalam Pasal 104 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2019 & Pasal 311 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2014, “Kepala Daerah wajib mengajukan Ranperda tentang APBD disertai penjelasan & dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60 hari sebelum 1 bulan tahun anggaran berakhir (paling lambat 30 September) untuk memperoleh persetujuan bersama antara Kepala Daerah & DPRD”.
Dan pengaturan atas sanksi administrasi pada pengajuan RAPBD diatur dalam Pasal 311 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 & Pasal 104 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2019, “Kepala Daerah yang tidak mengajukan Ranperda tentang APBD paling lambat 60 hari sebelum 1 bulan tahun anggaran berakhir (paling lambat 30 September) dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam regulasi selama 6 bulan”.
Sanksi Administrasi pada Persetujuan RAPBD. Pengaturan atas persetujuan & batas waktu persetujuan Ranperda tentang APBD menjadi Perda diatur dalam Pasal 106 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2019 & Pasal 312 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014, dinyatakan, “Kepala Daerah & DPRD wajib menyetujui bersama Ranperda tentang APBD paling lambat 1 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun (paling lambat 30 Nopember)”.
Dan pengaturan atas sanksi administrasi pada Persetujuan RAPBD menjadi APBD diatur dalam Pasal 312 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 & Pasal 106 ayat (3) PP Nomor 12 Tahun 2019, “DPRD & Kepala Daerah yang tidak menyetujui bersama Ranperda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun (30 Nopember) dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam regulasi selama 6 bulan”.
Dalam ketentuan Pasal 312 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 & Pasal 106 ayat (4) PP Nomor 12 Tahun 2019 dinyatakan, “sanksi administrasi tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh Kepala Daerah terlambat menyampaikan Ranperda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan regulasi atau dalam hal keterlambatan penetapan APBD karena Kepala Daerah terlambat menyampaikan Ranperda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal paling lambat 30 September, sanksi administrasi tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD”.
Ketentuan jika DPRD & Kepala Daerah tidak menyetujui bersama Ranperda tentang APBD pada 30 Nopember dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 6 bulan, dimaknai DPRD secara keseluruhan atau sebagian (tidak kourum) nanum akibatnya dikenakan secara bersamaan kepada Kepala Daerah & DPRD.
Yang dimaksud dengan hak-hak keuangan Kepala Daerah berpedoman pada PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah & Wakil Kepala Daerah. Dan untuk DPRD berpedoman pada PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan & Administratif Pimpinan & anggota DPRD. Untuk memproses penjatuhan sanksi administrasi kepada Kepala Daerah dan/atau secara bersamaan dengan DPRD didasarkan pada PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan & Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pengenaan sanksi administrasi kepada Kepala Daerah tidak untuk Wakil Kepala Daerah.
PILIHAN JIKA APBD TIDAK DISETUJUI & MELEWATI BATAS WAKTU
APBD adalah keharusan namun bisa menjadi pilihan. APBD menjadi pilihan jika hingga 30 Nopember tidak terjadi pengambilan keputusan, persetujuan antara Kepala Daerah dengan DPRD, entah akibat dari tak ada kesepakatan diantara DPRD dengan Kepala Daerah, atau pembahasan belum berakhir hingga 30 Nopember karena terjadinya tarik menarik kepentingan atau adu kuat kebutuhan, atau tak kourum pada Rapat Paripurna Pembicaaran Tingkat I atau II. Jika hal ini terjadi, maka pilihannya adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 107 & penjelasan pasal PP Nomor 12 Tahun 2019, sebagai berikut: “(1). Dalam hal Kepala Daerah & DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 hari sejak disampaikan Ranperda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun Ranperkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya”. Yang dimaksud dengan “angka APBD tahun anggaran sebelumnya” adalah pagu jumlah pengeluaran APBD yang ditetapkan dalam perubahan APBD tahun sebelumnya. (2). Ranperkada tentang APBD diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat & bersifat wajib. Yang dimaksud dengan “belanja yang bersifat mengikat” adalah belanja yang dibutuhkan secara terus menerus & harus dialokasikan oleh Pemda dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan, seperti belanja pegawai, & belanja barang & jasa. (3). Angka APBD tahun anggaran sebelumnya dapat dilampaui apabila terdapat: (a). kebijakan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan tambahan pembebanan pada APBD; dan/atau (b). keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai regulasi”.
Syarat penetapan Perkada, diatur dalam Pasal 109 PP Nomor 12 Tahun 2019, “Ranperkada dapat ditetapkan menjadi Perkada setelah memperoleh pengesahan dari Mendagri bagi provinsi & Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi kabupaten/kota. (2) Untuk memperoleh pengesahan, Ranperkada tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap Ranperda tentang APBD. (3) Apabila dalam batas waktu 30 hari Mendagri atau Gubernur tidak mengesahkan Ranperkada, Kepala Daerah menetapkan Ranperkada menjadi Perkada”.
Selanjutnya diatur dalam ketentuan Pasal 110 PP Nomor 12 Tahun 2019, “(1). Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan, Kepala Daerah melaksanakan pengeluaran setiap bulan paling tinggi sebesar seperduabelas jumlah pengeluaran APBD tahun anggaran sebelumnya. (2). Pengeluaran setiap bulan dibatasi hanya untuk mendanai keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”.
Kendatipun Kepala Daerah terlambat mengajukan RAPBD bersanksi, namun masih terdapat Pemda hingga 30 September belum mengajukan Ranperda tentang APBD kepada DPRD. Meskipun terdapat DPRD & Kepala Daerah tak menyetujui RAPBD menjadi APBD hinga 30 Nopember, namun hingga kini, minim ditemukan Kepala Daerah & DPRD dikenai sanksi administrsai tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 6 bulan. Sanksi ini terasa mandul dalam penerapannya akibat tak adanya partisipasi publik untuk melaporkannya kepada Gubernur/Mendagri sebagaimana prosedur yang diatur dakam PP Nomor 12 Tahun 2017. Dan Gubernur/Mendagri membiarkan keterlambatan & kesalahan dilakukan Pemda tanpa sanksi.(*)
Penulis adalah Penulis Buku Catatan Hukum Keuangan Daerah & PNS pada JPTP
Comment