Gorontalopost.id – Pemerintah Provinsi Gorontalo menerbitkan surat nomor 900/BKPG/3781/X/2022 terkait Renperda Perubahan APBD Kabupaten Gorontalo 2022 yang ditujukan untuk Bupati Gorontalo. Surat tertanggal 25 oktober itu memastikan, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, tidak bisa melakukan evaluasi terhadap RAPBD perubahan 2022 yang diajukan Bupati Gorontalo. Pemicu utamanya adalah proses paripurna DPRD tentang pengambilan keputusan pengesahan APBD perubahan tidak qorum.
Kepada Gorontalo Post, Pj Gubernur Hamka Hendra Noer, mengatakan, pihaknya sangat mengutamakan kepentingan rakyat, postur APBD jelas akan menunjang program pembangunan, terutama di Kabupaten Gorontalo.
Makanya, sejak menerima usulan evaluasi RAPBD perubahan, Pemprov langsung melakukan tahapan evaluasi sebagaimana ketentuan. Dalam tahapan itu didapati ada mekanisme yang kurang, yakni risalah paripurna yang ternyata tidak dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota DPRD.
“Saya pastikan kepentingan rakyat itu yang utama. Harusnya saya menandatangani (hasil evaluasi) perubahan APBD ini. Tapi setelah melalui kajian-kajian, dari inspektorat, dari biro hukum, masukan assisten, dan melihat rekomendasi yang ada, apa boleh buat. Tidak bisa ditandatangani,”ujar Hamka Hendra Noer.
Dalam pengambilan keputusan tidak melakukan evaluasi untuk APBD Kabupaten Gorontalo itu, Pemprov juga berlandaskan hasil koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kemendagri.
Dari hasil konsultasi dengan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, direkomendasikan agar Pemprov sebagai evaluator mengikuti ketentuan perundang-undangan. Seperti, UU 23/2014, PP 12/2018, PP 12/2019, Permendagri 77/2020, Permendagri 9/2021, dan Permendagri 27/2021. Sementara hasil rekomendasi KPK RI, agar Pemprov meminta penjelasan tertulis dari Dirjen Otda Kemendagri.
Hasilnya, Surat Ditjen Otda nomor 903/7452/OTDA tertanggal 21 Oktober, menegaskan, penetapan Perda Perubahan APBD dilakukan dalam rapat paripurna yang dihadiri paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPRD, ketentuan ini jelas tertuang dalam PP nomor 12 tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata terbit DPRD, pasal 97 (1) huruf f.
Jika tidak memenuhi qorum minimal 2/3 dari jumlah anggota DPRD, maka paripurna ditunda sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu jam. Jika penundaan itu belum juga terpenuhi, maka paripurna dapat ditunda maksimal tiga hari.
Menindaklanjuti penundaan itu, maka penyelesaian APBD perubahan 2022 diserahkan ke Gubernur sebagaimana ketentuan pasal 97 (5) PP nomor 12 tahun 2018, tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD.
Yang terjadi, setelah dua kali ditunda lantaran tidak qorum, DPRD Kabupaten Gorontalo dan Bupati Gorontalo tetap mengesahkan APBDP. Hasil pengesahan yang tidak qorum itu, kemudian dikirim ke Pemprov untuk dievaluasi. Dokumen APBD Perubahan Kabupaten Gorontalo itu diterima Pemprov pada 5 Oktober 2022.
Ditjen Otda Kemendagri, kemudian meminta Pemprov untuk memastikan prosedur pembahasan APBDP itu dengan mengkonfirmasi dan melakukan validasi dokumen risalah rapat, keputusan DPRD terkait paripurna serta dokumen pendukung lainya.
Berdasarkan konfirmasi dan validasi dokumen rapat, diketahui jika Paripurna ke 11 DPRD dalam rangka pembicaraan tingkat II pembahasan RAPBD perubahan dan berita acara persetujuan bersama Bupati dan DPRD nomor 900/Bag.Hukum/1407/IX/2022 belum memenuhi qorum.
“Proses evaluasi tidak dilakukan lagi, dan selanjutnya Pemkab Gorontalo melaksanakan APBD tahun 2022 sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”tulis poin 9 huruf b, surat Gubernur nomor 3781/X/2022 untuk Bupati Gorontalo itu. Pj Gubernur Hamka Hendra Noer meminta agar pelayanan kepada masyarakat tetap berlangsung, dengan memanfaatkan APBD 2022 (induk).
Menurut Gubernur, pemerintah daerah bisa menggunakan peraturan kepala daerah, untuk membiayai kebutuhan emergency dan mendesak, sehingga penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan. (tro)
Comment