Gorontalopost.id – Ada kemungkinan besar, program pembangunan yang dibiayai APBD Provinsi Gorontalo pada tahun ini, banyak yang bakal keteteran. Kegiatan yang sudah direncanakan tidak bisa dituntaskan tepat waktu karena terlambat dimulai. Sehingga peran APBD sebagai stimulan pembangunan tidak akan berjalan maksimal.
Peluang ini terbuka lebar seiring masih rendahnya realisasi APBD 2023. Sesuai penyampaian Pemprov dalam rapat pergeseran anggaran bersama badan anggaran (Banggar) Deprov Gorontalo, kemarin (13/3), menjelang akhir triwulan pertama 2023, realisasi anggaran baru mencapai 6 persen dari total APBD Rp 1,8 triliun.
Itu artinya, anggaran yang terealisasi baru sekitar Rp 108 miliar. Sehingga masih tersisa sekitar 1,6 triliun dana APBD yang harus dibelanjakan Pemerintah Provinsi di sisa waktu yang ada sekitar 9 bulan ke depan. Bila dirata-ratakan, maka untuk bisa mencapai target realisasi 100 persen di akhir tahun, setiap bulannya Pemprov harus membelanjakan dana sebesar Rp 188 miliar.
Tak heran, di awal rapat Badan Anggaran (Banggar) bersama TAPD dan sejumlah OPD membahas pergeseran anggaran kemarin (13/3), Ketua Deprov Paris Jusuf memberikan penekanan soal realisasi anggaran. Dia meminta semua OPD Pemprov untuk mempercepat realisasi anggaran. Karena kinerja penyerapan anggaran sudah agak terlambat sehingga butuh langkah-langkah dalam mengakselerasi kinerja serapan anggaran.
“Ini penting karena kita sudah merencanakan perubahan APBD 2023 pada Juni mendatang,” ungkapnya.
Salah satu faktor yang membuat keterlambatan penyerapan anggaran karena kelambatan dalam pelantikan pejabat eselon III dan IV yang merupakan pejabat teknis terkait pengelolaan anggaran. Sehubungan dengan itu, Paris Jusuf mengaku senang dengan telah berlangsungnya pelantikan pejabat eselon III dan IV kemarin.
“Ini sudah lama ditunggu-tunggu. Semoga dengan pelantikan ini target program bisa berjalan dengan bagus,” ungkapnya.
Anggota Banggar Yuriko Kamaru dalam rapat kemarin ngotot mempertanyakan realisasi anggaran menjelang berakhirnya triwulan pertama. Karena dia mengkhawatirkan, lemahnya serapan anggaran akan memicu besarnya dana SILPA pada akhir tahun. Besarnya dana SILPA menjadi salah satu indikasi kegagalan dalam perencanaan.
“Tahun ini diperkirakan dana SILPA akan mencapai Rp 200 miliar lebih. Makanya saya menyoroti kinerja Bappeda dari sisi perencanaan,” ungkapnya.
Dia menguraikan, salah satu indikasi kegagalan perencanaan terlihat dari banyaknya OPD yang mengusulkan pergeseran anggaran saat APBD baru berjalan tiga bulan. “Ini jadi bagian indikator kegagalan perencanaan,” ungkapnya.
Sementara itu, Penjabat Sekda, Syukri Botutihe mengatakan, salah satu tujuan usulan pergeseran anggaran pemerintah provinsi pada akhir triwulan pertama untuk mengakselerasi realisasi anggaran.
“Ada beberapa alasan kami mengusulkan pergeseran anggaran. Salah satunya adalah untuk mengakselerasi realisasi APBD tahun ini,” ungkapnya. (rmb)
Comment