Mision Sacre vs Kuota Etis

Oleh:
Alim S. Niode

Siapa tak kenal Ip Man? Dia adalah mahaguru kungfu legendaris. Ibarat air, dia mengalir mengembangkan seni bela diri aliran Wing Chun. Seiring waktu berjalan terjadi bentrok pendapat dgn saudara se alirannya: Ten Chi. Yang di sebut kedua mempertahankan prinsip Wing Chun “sejati”. Duel fikir yang tak terselesaikan dengan “zikir” akhirnya berlanjut dengan duel fisik yang seru dan melelahkan. Pada akhirnya Ip Man menang dengan aliran Wing Chun yang di kembangkan

Petualangan murid terbaik Ip Man selanjutnya: Bruce Lee, setelah berhadapan dengan aliran shao lin – mengikuti sang guru – lalu mengajarkan aliran kungfu baru yang di sebut Jeet Kune Do/JKD. Puncak perkembangan aliran Wing Chun setelah itu secara visual di nikmati di layar lebar dengan nama one inchi punch. Hanya ada dua orang yang menguasai jurus itu: Sang Mahaguru: Ip Man, dan muridnya: Bruce Lee.

Ingatan terhadap jurus jurus di atas membuat saya teringat cerita tentang salah satu “pelaga Kungfu pikir” kongres Himpunan Mahasiswa Islam/HMI ke 15 di Medan: kanda Yoyo Suryana, yang adalah ketua umum HMI cabang Manado periode 1983-1984. Jurus ke-independensi-an dan ke-intelektual-an yang mentradisi di himpunan di mainkanya dengan nalar kritis atas sesuatu yang mendasar waktu itu. Dengan lantang dan tegar dia memekik: “Jangan paksa kami memakai kaca mata kuda hingga rumput kering terlihat hijau segar!”.

Dua puluh empat purnama berikut nya ungkapan tersebut meledak persis seperti Wing Cun dalam gamitan Ten Chi dan Ip Man, melahirkan aliran HMI Dipo dan HMI MPO. Di bayang bayang peristiwa itu konferensi HMI cabang Manado ke 14 berlangsung di Balai Wartawan dengan ketua panitianya almarhum Jaelani Husain (Allah yarham). Pada saat itu kakanda Syaiful Bahri Ruray (sapaan akrab kita kak Ipoel) menyampaikan sebuah tulisan (sampai hari ini tulisan tangan yang rapi dan indah itu masih saya simpan). Point yang saya hayati pada tulisan tersebut terletak pada frase menyelamatkan “mission sacre hmi”.

Kunjungan kak Yoyo ke Gorontalo pada 26 April – 10 Mei 2023 tak sempat mereview tuntas serpihan peristiwa yang justru mendinamisir girah dan suasana pergerakan, khusus nya pada level mahasiswa dan pelajar islam di Manado waktu itu. Ada FKMM, PII, SPWI, PMII, IMM, BKPMI, dll. Beberapa di antaranya di motori oleh tokoh tokoh mahasiswa (Kak Ipoel,cs) antara lain Lembaga Kajian Optika yang turut melibatkan petinggi dan para “suhu” di Manado dan sekitarnya. Saya beruntung karena bisa berada di hampir semua situasi itu. Saya ingin menyebut secara khusus disini keberadaan saya bersama kak Yoyo dan kawan-kawan lainya pada aktifitas Remaja Masjid Kampus Unsrat-IKIP Manado, dimana kak Yoyo sendiri adalah ketuanya. Ragam disiplin ilmu lintas mahasiswa berbagai fakultas dari kedua perguruan tinggi disini bergerak dengan tema “Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI). Tema ini yang membawa kami terkoneksi dengan jaringan masjid Salman ITB, masjid Salahuddin UGM, Percakapan Cendekiawan Islam (PEDATI) di UI, jaringan mahasiswa universitas Ibnu Khaldun dan IPB, Bogor.

Nostalgia di kampung kedua di Manado rasanya mau tumpah saat perjumpaan kami, saya dengan dia. Sayang sekali karena kelelahan kak Yoyo sempat di rawat di rumah sakit Aloe Saboe Gorontalo selama sembilan hari sebelum kepulangan nya ke Amerika pada hari Rabu, 10 Mei 2023. Disinilah cerita ini terartikulasi tanpa sengaja. Rupanya impresi dan daya tarik kenangan itu muwakkil, merepresentasikan pusat magnetiknya pada diri kak Yoyo. Akibatnya suasana menjadi ruaamee bingits. Para pendekar Kungfu pikir masa lampau tak terbendung berkumpul dan mengitari kak Yoyo siang dan malam, hingga ke rumah sakit. Tiba-tiba mereka kelihatan menjadi muda kembali. Ada grup aspuri Unsrat, grup asber 1, grup asber 2, grup Bahu, grup Kleak, bahkan grup Muhamadiyah minus grup Kum-Kum. Tak terkecuali beberapa pejabat seperti Pj. Gubernur, Walikota, Sekda, Bupati, Kepala Dinas, dll.

Bukan hanya soal rindu dendam. Ada suatu yang menarik bagi saya. Ketika tiba saatnya kak Yoyo berangkat – melalui amatan semi intensif minimal pada dua grup WA – mencuatlah satu nama: “N” yang begitu luar biasa loyalitas dan dedikasi nya mendampingi, memperhatikan kak Yoyo baik saat sehat maupun saat terbaring sakit, hingga mengantarkanya sampai bandara di Jakarta. Ternyata “N” terbilang yunior jauh yang bahkan tak pernah ketemu dengan kak Yoyo sebelumnya. Dan ternyata lagi kelibatan kekaderannya di HMI terbilang minimalis, apalagi memahami filosofi NDP. Nyaris tiada alasan nostalgia organisasi yang membuat dia terikat begitu kuat pada situasi itu. Potong cerita, setelah mencermati dan berkontemplasi seperlunya, tiba-tiba saya menjadi sadar, bahwa pada diri “N” terdapat prototipe praktika step inadequasi kognitif terkait apa yang menggelegar dalam tulisan kak Ipoel tentang mission sacre insan cita, tiga puluh enam tahun yang lalu seperti di atas.

Meta kognisi pada “N” terasa sebagai apa yang pernah saya curi dengar dalam suatu perbincangan di sebut “global etic”. Sepertinya inilah one inchi punch jurus Kungfu Ip Man dan Bruce Lee yang lebih eksponensial ketimbang linearitas Jeet Kune Do?JKD dan atau shao Lin pada semesta kekaderan yang over style (maaf). Itulah historioritas panggung belakang yang ter ragakan pada “N” dan atau di ucapkan kembali oleh para penoton dengan terma persona. Kita tidak akan bisa mengalami mysterium tremendum yang memadai (“taa strom: Enen?, 23.43 wita: 10/5/023) dalam praktika insan cita sebagai bagian dari mission sacre ke-HMI-an jika masih tergari dengan “kuota etis” (the tyrani of the vested interest? – cak Nur)

Tak se romantis J.E. Tatenkeng yang berucap: “Satu-satunya perasaan yang kurasakan hanya dapat ku katakan kepadamu, yang turut/pernah merasakan”. Meski agak terlambat, saya ingin persembahkan ekspresi ini se adanya untuk kak Yoyo saat tiba di Athens – Amerika, juga kepada kak Ipoel di hari istimewa nya: panjang umur, sehat dan berkah selalu. Dua di antara sekian orang yang menguasai jurus one inchi punch global etic dalam mission sacre HMI. Mereka mewakili Ten Chi dan Ip Man dalam aliran bela diri Kungfu Wing Chun ala ke-HMI-an, tetapi sekaligus bukan keduanya. Dua di antara sekian orang yang menguasai jurus one inchi punch global etic dalam mission sacre yang kita pertaruhkan dengan Yakusa. (*)

Comment