Gorontalopost.id – Mayoritas fraksi di DPR minus fraksi PDIP menolak putusan MK soal sistem pemilu proporsional tertutup. Sebagaimana bocoran informasi yang disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Dengan tegas, delapan fraksi itu menegaskan menolak diterapkannya sistem pemilu proporsional tertutup.
Kedelapan fraksi itu menggelar konferensi pers penolakan. Mereka ialah, Partai Gerindra, Golkar, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, NasDem, dan PKS.
Hanya Fraksi PDIP yang absen dalam konferensi pers tersebut.
Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir menyebut sistem proporsional terbuka sudah diterapkan sejak lama. Terlebih, kini proses pemilu juga sudah berjalan.
“Sistem terbuka itu sudah berlalu sejak lama. Kemudian kalau itu mau diubah itu sekarang proses pemilu sudah berjalan. Kita sudah menyampaikan DCS kepada KPU,” kata Kahar dalam konferensi persnya di kompleks parlemen, Selasa (30/5).
Adapun Partai Golkar diwakili oleh Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia dan Ketua Fraksi Kahar Muzakir.
PAN diwakili oleh Wakil Ketua MPR Yandri Susanto dan Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay. Sementara Gerindra oleh Waketum Habiburokhman.
Kemudian PPP diwakili oleh Waketum Amir Uskara, PKS oleh Jazuli Juwani, NasDem oleh Ketua Fraksi Robert Rouw, Fathan Subchi mewakili PKB, dan Partai Demokrat oleh Ketua Fraksi Edhie Bsakoro Yudhoyono dan Hinca Pandjaitan.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tak berhak mengubah sistem pemilu jika tak melanggar UUD 1945.
Menurut Doli, bukan ranah MK untuk menentukan sistem yang cocok atau tidak cocok. Sebab menurut dia, perubahan atau perbaikan sistem pemilu hanya bisa dilakukan lewat revisi undang-undang.
“Ranah hakim konstitusi hanya memutuskan apakah ini bertentangan dengan undang-undang atau tidak. Bukan mana yang cocok atau mana yang harus dijalankan,” ucap Doli.
Menurutnya bila MK sampai memutuskan satu sistem pemilu inkonstitusional, maka DPR akan tertutup ruang untuk membahasnya. Sehingga, tegas Doli, perbaikan atau penyempurnaan sistem pemilu Indonesia sulit dilakukan.
Oleh karena itu, politikus Golkar itu menyebut pembatalan satu sistem pemilu melanggar hak kebebasan berpikir. Padahal, perbaikan mestinya bisa dilalukan bersama lewat revisi undang-undang.
“Untuk menyempurnakan sistem Pemilu paling baik adalah dengan revisi undang-undang. Kalau nanti revisi Undang-undang dibatasi maka ada satu sistem pemilu yang tidak bisa kita bahas lagi karena tidak konstitusional,” kata dia.
Doli menyebut meskipun gugatan di MK memang hanya terkait satu pasal di UU Pemilu, menurutnya akan pula bakal berdampak terhadap 20 pasal lain seperti kampanye hingga rekapitulasi suara.
“Apakah itu akan diubah oleh hakim konstitusi. Sementara itu tidak di-judicial review. Kalau tidak diubah apakah akan diubah dengan revisi UU lagi, atau dengan Perppu,” katanya.
Ancaman DPR hingga singgung anggaran
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman mengingatkan soal kewenangan legislasi yang dimiliki lembaganya jika MK mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Habib menyatakan bahwa mayoritas fraksi DPR tak ingin saling unjuk kekuasaan. Namun, dia mengingatkan DPR juga memiliki kewenangan legislasi jika MK kukuh memilih sistem proporsional tertutup.
“Kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, tapi juga kita akan mengingatkan bahwa kami legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras,” kata Habib di kompleks parlemen, Selasa.
“Kami juga akan menggunakan kewenangan kami ya, begitu juga dalam konteks budgeting kami juga ada kewenangan,” imbuh Habib.
Pada kesempatan itu, sejumlah perwakilan delapan fraksi DPR menyatakan menolak perubahan sistem pemilu. Delapan fraksi di DPR itu adalah Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, PKS, Demokrat, PPP, dan PAN.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menilai bahwa sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sebagai sistem terbaik. Ibas mendorong agar putusan MK mestinya bersifat open legal policy sehingga diserahkan kepada DPR untuk pengaturan lebih rinci.
Menurut dia, MK tak bisa memutuskan norma baru apalagi yang bisa memancing kegaduhan di tengah masyarakat.
“Kami mendukung sistem proporsional terbuka. Kita tidak ingin mendapat calon anggota DPR seperti membeli kucing dalam karung,” ucap Ibas.
Denny Indrayana sebelumnya mengaku mendapat bocoran Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan penerapan sistem proporsional tertutup di pemilu.
Bocoran itu, kata Denny ia dapatkan dari sumber yang kredibel di MK. Ia pun mengaku nantinya enam hakim konstitusi akan mengabulkan, sementara tiga lainnya akan menyampaikan dissenting opinion. (net)
Comment