Gorontalopost.id – Dua oknum pejabat di Gorontalo harus berurusan dengan polisi, setelah Wahyun DF Nento (27) warga Desa Buntulia Tengah, Kabupaten Pohuwato itu mengadukanya ke Mapolres Gorontalo pada 23 Mei yang lalu. Laporan ke polisi itu, lantaran Wahyun mengaku dianiaya dua oknum pejabat yang tidak lain ayah dan anak itu. Dua oknum pejabat itu, yakni YM, kepala badan Kesbangpol Pohuwato, dan VYM seorang anggota DPRD Kabupaten Gorontalo.
Peristiwa penganiayaan ini, diduga dipicu persoalan jual beli mobil truk kredit.
Menurut Wahyun, penganiayaan itu terjadi pada 21 Mei 2023 sekira pukul 20.00 wita. Sebelum penganiayaan itu, mereka terlibat dalam jual beli truk, yakni pada 24 Maret 2023. Mobil yang dijual menunggak dua bulan di BFI Gorontalo. Mereka kemudian bersepakat untuk melunasi tunggakan tersebut dengan masing-masing membayar satu bulan tunggakan. Untuk memastikan tunggakan kredit tersebut hanya dua bulan, Wahyun mendatangi kantor BFI. Disitu, dia mendapati jika mobil tersebut ternyata menunggak tiga bulan. Meresa rugi, Wahyun memutuskan untuk menjual kembali truk itu kepada seseorang berdomisili di Makassar. “Saya rugi banyak, makanya mobil saya jual ke pak haji. Kami bertemu di Bandara Djalaludin Gorontalo, dia orang Makassar,” kata Wahyun. Mobil truk itu, terdaftar atas nama VYM, anak dari YM.
Keputusan Wahyun menjual mobil itu, terendus sampai ke telinga YM. Oknum pejabat eselon II itu, kemudian meminta agar mobil itu segera dikembalikan dengan jaminan uang Wahyun akan diganti. Pada 6 Mei 2023, saat berada di Hotel Milana Limboto, Wahyun mengaku YM. Kata dia, YM tidak datang sendiri, tapi ditemani anaknya dan diduga dua aparat. YM meminta agar mobil segera dikembalikan, karena tidak dipenuhi, mobil pribadi Wahyun akhirnya dibawa YM. “Di hotel itu Pak VYM mengancam saya. Dia menyampaikan, bisa membunuh saya tanpa menggunakan tangannya sendiri. Di waktu yang bersamaan Pak YM mengeluarkan pisau, lalu diletakan diatas meja,” ujarnya.
Pada 21 Mei, YM kembali menghubungi Wahyun, dia meminta untuk bertemu. Kata Wahyun, YM bermaksud mengembalikan mobil pribadi miliknya yang pernah dibawa. Saat itu, Wahyun mengaku dijemput menggunakan mobil dinas berplat merah nomor polisi DM 19 D. Di dalam mobil milik negara itu, hanya ada diam sopir dan YM. Dia kemudian dibawa ke rumah YM di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo. Tiba di rumah, dia diminta turun. Rupanya ada mobil lain selain yang ia tumpangi, di mobil itu turun sejumlah pria yang dia tidak kenal, diduga adalah polisi. Sejurus kemudian, Ia langsung didorong ke dalam rumah oleh YM, dan VYM. Ia mengaku dipukul. YM ke luar rumah, rumah untuk menutup pintu pagar dan mematikan lampu.
“Di situ saya berteriak minta tolong, lalu kaki, mata, dan mulut saya dilakban. Saya di pukul berulang kali dan di tendang. Saya terus disiksa sampai sekitar pukul 11 malam,” katanya. Setelah itu, ia mengaku dibawa ke Polda Gorontalo oleh sejumlah polisi yang tiba bersamaan di rumah YM. Wahyun mengaku tidak mengetahui, apa dasar polisi membawa dirinya ke Polda Gorontalo. Sebab, saat digelandang, polisi tidak memperlihatkan surat pemanggilan atau surat penangkapan.
“Setelah 24 jam saya dipulangkan,” tutur Wahyun. Tidak terima dengan kejadian itu Wahyun pun melaporkan Yunus dan Viecriyanto serta sejumlah orang ke Polres Gorontalo atas tuduhan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama. Saat dikonfirmasi Kasatreskrim Polres Gorontalo, Iptu Made Budiantara Putra membenarkan telah menerima laporan polisi dari Wahyun. “Iya, benar kami sudah menerima laporan (Wahyun),” jawab Iptu Made singkat.
Sementara itu, YM membantah menganiaya Wahyun. Bantahan itu kata dia, bisa dicek langsung pada CCTV di rumahnya. “Jadi soal laporan penganiayaan, nanti akan ada fakta-fakta video (CCTV) yang memperjelas. Soal laporan itu presepsi mereka. Kami tidak pernah melakukan apa-apa, Demi Allah! Saya junjung, saya telan itu alquran saya tidak pernah menyentuh badan dia, bahkan sekali pun tidak pernah,” ujar YM dihadapan media. Persoalan pemukulan, YM mempersilahkan menanyakan ke Resmob, tim polisi yang ada di rumahnya malam itu. “Tanya Resmob, karena dia sudah melawan,” ungkap YM. Dijelaskanya, Wahyun diajak ke rumah pribadinya Desa Tabongo Barat, Kecamatan Tabongo, bukan untuk maksud agar dapat diamankan Tim Resbob Polda Gorontalo.
“Waktu saya jemput di simpang empat kompleks Polsek Tibawa, tidak ada apa-apa, ternyata tanpa sepengetahuan saya ada Tim Resmob membuntuti dari belakang. Setelah turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah, Resmob menyusul masuk. Saat dia berteriak dan meronta-ronta pun saya berada di depan rumah. Semua ada di video (CCTV),” terang Yunus.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pohuwato ini juga menyampaikan, tidak mengetahui dimana Wahyun diborgol. Ia pun baru mengetahui hal itu setelah masuk ke dalam rumah. “Bahkan saya bilang (kepada polisi), jangan ada kontak fisik. Ya kalau saya lihat dia di tempeleng, karena ada upaya perlawanan. Soal dia diamankan karena laporan orang terkait kasus mobil,” ujar YM.
Setelah diamankan, kata YM, Wahyun segera di bawa ke Polda Gorontalo. Kendati demikian, YM mengaku tak mengenal sejumlah anggota Tim Resmob Polda Gorontalo yang datang ke rumahnya itu. “Pihak Polda menghubungi kami untuk meminta melapor. Sekitar pukul 2 malam Polda meminta kami untuk segera melapor,” ungkap YM.
YM menjelaskan, menjual mobil truck kepada Wahyun, atas nama VYM, dijual karena tidak mampu melanjutkan setoran kredit di BFI. “Dalam kesepakan tertulis yang kami buat, dia bersedia melanjutkan setoran mobil kredit di BFI dengan tidak memperjual belikan dan memindah tangankan mobil kredit,” kata Yunus.
Tak berhenti sampai disitu, Wahyun disebut pernah meminjam sejumlah uang untuk keperluan setoran mobil kredit yang ke-5. Masuk setoran ke-6 Wahyun sulit untuk dihubungi, dan ternyata mobil itu dijual. “Saya tidak tau dijual kemana, yang jelas mobil itu sudah tidak utuh. Bahkan kas mobil dijual seharga Rp15 juta. Saya hanya disarankan agar menyiapkan uang Rp120 juta untuk membeli mobil yang telah mereka jual,” tandas Yunus. (Wie)
Comment