Konstruksi Hukum Larangan Petahana Menggunakan Kewenangan, Program & Kegiatan Menurut UU Pilkada

Oleh:
Yusran Lapananda
Penulis adalah Penulis Buku Perjalanan Dinas Undercover

 

PENDAHULUAN

Untuk terselenggaranya Pilkada 2024, KPU sejak 26 Januari 2024 telah menerbitkan tahapan & jadwal Pilkada 2024 yang diatur dalam PKPU 2/2024. PKPU ini, mengatur tahapan & jadwal penting dalam Pilkada 2024. Pendaftaran pasangan calon (paslon) 27-29 Agustus. Penetapan paslon 22 Septemper. Pelaksanaan kampanye 25 September hingga 23 Nopember. Pemungutan suara 27 Nopember, Perhitungan suara & rekapitulasi hasil perhitungan suara 27 Nopember hingga 16 Desember.

Dari tahapan & jadwal Pilkada 2024, tahapan & jadwal penetapan paslon 22 September 2024 adalah tahapan & jadwal yang maha penting. Tahapan & jadwal ini sebagai patokan petahana, bukan petahana & Pj. Kepala Daerah dibelenggu dengan larangan. Khusus petahana tak bisa berbuat apa-apa lagi oleh karena dibelenggu oleh Pasal 71 ayat 1, ayat 2 & ayat 3 UU Pilkada. Dibelenggu dengan larangan membuat keputusan & tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Dilarang melakukan penggantian pejabat & dilarang menggunakan kewenangan, program & kegiatan yang menguntungnkan atau merugikan salah satu paslon.

Ditahapan & dijadwal ini, UU Pilkada menghendaki petahana tinggal duduk manis saja & hanya sesekali menyelesaikan tugas-tugas rutin sehari-hari. Merebonding, merampungkan & menyempurnakan berbagai kebijakan. Memperbanyak investasi sosial dengan menyapa ASN & masyarakat dengan ikhlas. Menolkan amarah & emosi. Memperbanyak reward & pengharagaan kepada ASN & menghilangkan punishment (hukuman) kepada ASN. Menyelesaikan berbagai tunggakan & hutang kepada ASN & masyarakat. Jika tidak, ancaman & sanksi pembatalan sebagai paslon oleh KPU menanti.

Sudah banyak kepala daerah yang terpeleset & menjadi korban keganasan Pasal 71 ayat 2 & ayat 3 UU Pilkada, tercoret & dibatalkan sebagai paslon akibat tak mengetahui & tak mendalami Pasal 71 ayat 2 & ayat 3 UU Pilkada, terlebih hanyalah terbawah & mengikuti hawa nafsu & tak mampu mengendalikan amarah untuk melakukan mutasi & menggunakan kewenangan, program & kegiatan yang menguntungnkan atau merugikan serta membuat keputusan & tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.

Banyak tafsir dalam memaknai ketentuan Pasal 71 ayat 2 & ayat 3 UU Pilkada baik oleh paslon, penyelenggara Pilkada (KPU & Bawaslu) & publik. Publik & paslon harus tahu konstruksi hukum Pasal 71 ayat 2 & ayat 3 UU Pilkada. Kesempatan kali ini saya mengelaborasi konstruksi hukum Pasal 7 ayat 3 UU Pilkada yakni larangan petahana menggunakan kewenangan, program & kegiatan menurut UU Pilkada.

UNSUR-UNSUR PASAL 71 AYAT 3 UU PILKADA

Dalam UU Pilkada telah diatur larangan pehana menggunakan kewenangan, program & kegiatan. Hal ini diatur pada Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada, “Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon baik didaerah sendiri maupun didaerah lain dalam waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih”. Selain itu, ketentuan ini dijabarkan dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 89 huruf b PKPU 1 Thn 2020 jo. Pasal 90 ayat 1 huruf f PKPU 9 Thn 2020.

Dari ketentuan Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada & Pasal 89 huruf b PKPU 1 Thn 2020 jo. Pasal 90 ayat 1 huruf f PKPU 9 Thn 2020 terdapat unsur-unsur Pasal 71 ayat 3, yakni: (1). Patahana atau Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali. (2). Dilarang menggunakan kewenangan, program, & kegiatan. (3). Menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. (4). Didaerah sendiri maupun didaerah lain. (5). Dalam waktu 6 bln sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih.

Larangan menggunakan kewenangan, program, & kegiatan ini bukan saja berlaku bagi petahana (Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali) tapi berlaku juga bagi Pj, Kepala Daerah. Hal ini diatur pada Pasal 71 ayat 4 UU Pilkada, “Ketentuan larangan membuat keputusan & tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon & larangan melakukan penggantian pejabat, & dilarang menggunakan kewenangan, program & kegiatan yang menguntungnkan atau merugikan salah satu paslon berlaku juga untuk Pj. Gubernur atau Pj. Bupati/Walikota”.

Selain itu, jika petahana yang melanggar ketentuan ini, maka petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU. Hal ini diatur dalam Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada. Dan sesuai Pasal 71 ayat 6 UU Pilkada, apabila Pj. Kepala Daerah & Kepala Daerah bukan petahana yang melanggar ketentuan ini dikenai sanksi sesuai regulai yang berlaku.

KONSTRUKSI HUKUM LARANGAN PETAHANA MENGGUNAKAN KEWENANGAN, PROGRAM & KEGIATAN MENURUT UU PILKADA.

Bagi penyelenggara Pilkada (KPU & Bawaslu), paslon & masyarakat sangat mudah untuk menyusun konstruksi hukum Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada, yakni larangan petahana menggunakan kewenangan, program & kegiatan. Untuk membuktikan pengenaan Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada bagi petahana yang melanggar larangan petahana menggunakan kewenangan, program & kegiatan, kita tinggal membuktikan 5 unsur dalam Pasal 7 ayat 3 UU Pilkada beserta konstruksi hukumnya.

Pertama, unsur petahana (Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali). Unsur ini sangat mudah untuk dibuktikan. Petahana adalah Kada atau Wakada yang mencalonkan secara perorangan atau dicalonkan oleh parpol yang masih menjabat sebagai Kada atau Wakada. Pertahana adalah Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali yang ikut Pilkada untuk periode kedua atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali yang ikut Pilkada untuk Gubernur atau Wagub.

Kedua, unsur dilarang menggunakan kewenangan, program, & kegiatan. Dalam frasa ini terdapat frasa yang harus terjelaskan lebih awal, yakni: (a). Dilarang, dalam KBBI dimaknai sebagai supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat sesuatu; perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. (b). Menggunakan, dalam KBBI dimaknai sebagai memakai (alat, perkakas), mengambil manfaatnya, melakukan sesuatu. (c). Kewenangan, program, & kegiatan. Makna dari kewenangan, program, & kegiatan disini adalah terbatas pada kewenangan, program, & kegiatan Pemda yang merupakan satu kesatuan makna yang tidak dapat dipisahkan atau diartikan terpisah-pisah.

Frasa kewenangan Pemda terlihat & terbaca pada urusan pemerintahan wajib atau pilihan pada bidang pemerintahan pada SKPD. Hal ini terjelaskan dalam Pasal 49 ayat 1 & 2 PP 12 Thn 2019 ttg Pengelolaan Keuangan Daerah: (1). Belanja daerah untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. (2). Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib & pilihan sesuai dengan ketentuan PPU. Sedangkan frasa program adalah program Pemda pada SKPD & frasa kegiatan adalah kegiatan Pemda pada SKPD.

Sangat mudah membuktikan frasa kewenangan, program, & kegiatan. Frasa kewenangan, program, & kegiatan Pemda cukup dilihat & dibaca serta tercantum pada DPA-SKPD atau DPPA-SKPD. Makna kewenangan, program, & kegiatan tercantum dalam DPA-SKPD atau DPPA-SKPD atas semua dana yang bersumber dari DAU, PAD, DAK, DID (Insentif Fiskal), DBH & semuanya yang teranggarkan dalam belanja daerah tanpa kecuali.

Untuk membuktikan terpenuhinya unsur dilarang menggunakan kewenangan, program, & kegiatan, maka kewenangan, program, & kegiatan itu tercantum dalam DPA-SKPD atau DPPA-SKPD yang dilarang (sebagai supaya tidak melakukan sesuatu, atau tidak memperbolehkan berbuat sesuatu, perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan) yang digunakan atau mengambil manfaatnya atau  melakukan sesuatu.

Ketiga, unsur menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Unsur ini sebagai pilihan bisa menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Jika merugikan paslon lain maka pasti menguntungkan paslon lain, begitu sebaliknya. Menguntungkan salah satu paslon dimaknai Kada atau Wakada selaku petahana yang mengambil manfaat dari menggunakan kewenangan, program, & kegiatan Pemda. Mengambil manfaat untuk menguntungkan salah satu paslon adalah tindakan & perbuatan yang melanggar fair play & lebih pada mengambil manfaat dari menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan Pemda untuk kemenangan petahana, termasuk untuk menaikan popularitas dimata masyarakat, untuk memilih petahana pada saat pemungutan suara nanti & merupakan tindakan & perbuatan menguntungkan petahana & sangatlah merugikan pasangan calon lainnya.

Keempat, unsur didaerah sendiri maupun didaerah lain. Unsur didaerah sendiri bagi petahana didaerah yang sama wilayah Pilkada seperti Walikota atau Wawali diwilayah Kota. Calon Gubernur/Wagub dari Bupati atau Wabup & Walikota atau Wawali di daerah lain atau Kabupaten/Kota lain tempat kedudukan Kada atau Wakada.

Kelima, unsur di dalam waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih. Sebagai patokan dari unsur ini pada Pilkada 2024 yakni tgl penetapan paslon yakni 22 September 2024 & penetapan paslon terpilih yakni Desember akhir 2024 hingga Maret 2025. Jika dihitung mundur maka waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon mulai tgl 22 Maret 2024. 

PENUTUP

Dari makna Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada & dengan memperhatikan berbagai putusan oleh penyelenggaran Pilkada (KPU & Bawaslu) hingga putusan PTTUN & MA, maka Kada & Wakada petahana jangan pernah menggunakan atau memakai, mengambil manfaat, hingga melakukan sesuatu termasuk menghadiri kegiatan hingga menyerahkan sesuatu atas kewenangan, program & kegiatan Pemda yang teranggarkan & tercantum dalam APBD/APBD-P yang terjabarkan dalam DPA-SKPD/DPPA-SKPD baik bersumber dari DAU, PAD, DAK, Insentif Fiskal, DBH & semuanya yang ada dalam belanja daerah, yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon baik didaerah sendiri maupun didaerah lain mulai tgl 22 Maret 2024 hingga Desember akhir 2024 hingga Maret 2025.(*)

Comment