Konstruksi Hukum Larangan Petahana Melakukan Penggantian Pejabat Menurut UU Pilkada

Oleh:
Yusran Lapananda
Penulis adalah Penulis Buku Perjalanan Dinas Undercover

 

PENDAHULUAN

Pemungutan suara pilkada 2024 jatuh pada tgl 27 Nopember 2024, hal ini telah diatur dalam PKPU 2/2024 tgl 26 Januari 2024 ttg Tahapan & Jadwal Pilkada 2024. Dari tahapan & jadwal Pilkada 2024, maka tahapan & jadwal yang sangat penting adalah tahapan & jadwal penetapan paslon tgl 22 September 2024. Mengapa demikian?. Tgl 22 September 2024 menjadi patokan penerapan Pasal 71 ayat 2 UU 10/2016 ttg Pilkada. Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada melarang Kepala Daerah (kada) & Wakil Kepala Daerah (wakada) petahana & bukan petahana serta Pj. kada melakukan penggantian pejabat 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Dari ketentuan Pasal 71 ayat 2 ini, maka UU Pilkada tak menghendaki petahana & bukan petahana termasuk Pj. kada melakukan penggantian pejabat atau mutasi walaupun dibolehkan jika beroleh persetujuan tertulis dari Mendagri. Larangan ini mengandung sanksi. Jika petahana yang melanggar larangan ini, maka sanksi pembatalan sebagai paslon oleh KPU, & jika kada/wakada bukan petahana & Pj. kada melanggar, sanksi menanti.

Banyak kepala daerah yang terpeleset & menjadi korban keganasan Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada, tercoret & dibatalkan sebagai paslon akibat melanggar Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada, hanya akibat terbawah & mengikuti bisikan tim sukses & relawan, terbawah nafsu belaka & tak mampu mengendalikan amarah untuk melakukan mutasi atau penggantian pejabat (JPT, jabatan administrasi & pengawas hingga pejabat fungsional).

Makna Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada harus diketahui oleh paslon, tim sukses & relawan serta publik. Paslon Cs & publik harus tahu unsur-unsur & konstruksi hukum Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada, termasuk Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada.

UNSUR-UNSUR PASAL 71 AYAT 2 UU PILKADA

UU Pilkada telah mengatur larangan petahana & bukan petahana serta Pj. kada  melakukan penggantian pejabat atau mutasi. Hal ini diatur pada Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada, “Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali dilarang melakukan penggantian pejabata 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri”. Dari ketentuan Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada maka terdapat unsur-unsur Pasal 71 ayat 2, yakni: (1). Petahana (Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup, & Walikota/Wawali). (2). Dilarang melakukan penggantian pejabat. (3). Dalam waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan, (4). Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Larangan melakukan penggantian pejabat atau mutasi, bukan saja berlaku bagi petahana tapi berlaku juga bagi bukan petahana & Pj, kada. Hal ini diatur pada Pasal 71 ayat 4 UU Pilkada, “Ketentuan larangan membuat keputusan & tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon & larangan melakukan penggantian pejabat, & dilarang menggunakan kewenangan, program & kegiatan yang menguntungnkan atau merugikan salah satu paslon berlaku juga untuk Pj. kada”.

Selain itu, jika petahana yang melanggar, maka petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU. Hal ini diatur dalam Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada. Dan sesuai Pasal 71 ayat 6 UU Pilkada, apabila Pj. Kepala Daerah & Kepala Daerah bukan petahana yang melanggar ketentuan ini dikenai sanksi sesuai regulai yang berlaku.

KONSTRUKSI HUKUM LARANGAN PETAHANA MELAKUKAN PENGGANTIAN PEJABAT

Bagi penyelenggara Pilkada (KPU & Bawaslu), paslon termasuk tim sukses, relawan & para pembisik serta para sengkuni & publik sangat mudah untuk menyusun konstruksi hukum Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada. Untuk membuktikan pengenaan Pasal 71 ayat 2 bagi petahana yang melanggar larangan melakukan penggantian pejabat, cukup membuktikan 4 unsur dalam Pasal 7 ayat 2 beserta konstruksi hukumnya.

Pertama, unsur petahana (Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali). Unsur ini sangat mudah untuk dibuktikan. Petahana adalah kada atau wakada yang mencalonkan secara perorangan atau dicalonkan oleh parpol yang masih menjabat sebagai kada atau wakada. Petahana adalah Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali yang ikut Pilkada untuk periode kedua atau Wagub, Bupati atau Wabup, & Walikota atau Wawali yang ikut Pilkada untuk Gubernur atau Wagub.

Kedua, unsur dilarang melakukan penggantian pejabat. Dalam frasa ini terdapat frasa yang harus terjelaskan lebih awal, yakni: (a). Dilarang, dalam KBBI dimaknai sebagai supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat sesuatu; perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. (b). Melakukan, dalam KBBI dimaknai sebagai  (1). mengerjakan (menjalankan dsb); (2). mengadakan (suatu perbuatan, tindakan, dsb); (3). Melaksanakan, mempraktikkan, menunaikan, (4). melazimkan (kebiasaan, cara, dsb; (5). menjadikan (membuat dsb) berlaku, menjadikan laku, (6). berbuat sesuatu terhadap (suatu hal, orang, dsb), (7). mengabulkan (permintaan, doa, dsb), meluluskan. (c). Penggantian Pejabat. Penggantian, dalam KBBI dimaknai sebagai proses, cara, perbuatan mengganti atau menggantikan, sesuatu yang diberikan sebagai ganti. Sedangkan pejabat dalam KBBI dimaknai seorang pegawai pemerintah yang memegang jabatan tetap tertentu. Menurut Wikipedia Indonesia pejabat dimaknai sebagai satu orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan tertentu di eksekutif.

Dalam penjelasan pasal (memorie van toelichting) Pasal 71 ayat (2 UU Pilkada telah dijelaskan, penggantian adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan. Sedangkan makna pejabat terjelaskan dalam UU ASN beserta PP Manajemen PNS adalah para pejabat yang terdiri jabatan manajerial & jabatan nonmanajerial. Jabatan manajerial terdiri dari: (a). JPT (jabatan pimpinan tinggi) utama, madya & pratama. (b). Jabatan administrator. (c). Jabatan pengawas. Sedangkan jabatan nonmanajerial terdiri dari: Jabatan fungsional, seperti Kepala Sekolah & Kepala Puskesmas, serta jabatan pelaksana.

Masih pada penjelasan pasal (memorie van toelichting) Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada dijelaskan, dalam hal terjadi kekosongan jabatan, petahana & bukan petahana & Pj. Kada menunjuk pejabat pelaksana tugas (PLT). Dari penjelasan pasal ini dimaknai, UU Pilkada tak menghendaki dilakukan penggantian pejabat melalui seleksi terbuka untuk mengisi terjadinya kekosongan jabatan. UU Pilkada hanya menghendaki dilakukan pengisian jabatan yang kosong melalui penunjukan PLT. Hal ini bermakna penunjukan PLT tidak untuk memPLTkan atas jabatan yang sementara diduduki oleh pejabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah akan terjadi politisasi birokrasi dalam rentang waktu tahapan & jadwal Pilkada. Untuk membuktikan terpenuhinya unsur dilarang melakukan penggantian pejabat, maka penggantian pejabat diterbitkan melalui SK kada atau surat lainnya.

Ketiga, unsur dalam waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan. Sebagai patokan dari unsur ini pada Pilkada 2024 yakni tgl penetapan paslon yakni 22 September 2024 & penetapan paslon terpilih yakni Desember akhir 2024 hingga Maret 2025. Jika dihitung mundur maka waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon mulai tgl 22 Maret 2024. Sedangkan waktu sampai akhir masa jabatan petahana adalah diantara Desember akhir 2024 apabila tak ada sengketa atau perselisihan hasil pemilihan atau Maret 2025 apabila terdapat sengketa atau perselisihan hasil pemilihan.

Keempat, unsur kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Frasa ini berkenaan dengan pengecualian atas larangan kada & wakada petahana, bukan petahana & Pj kada melakukan penggantian pejabat dalam waktu 6 bln sebelum tgl penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan. Syarat atas pengecualian ini adalah persetujuan tertulis dari Mendagri. Makna lain dari frasa ini adalah penggatian pejabat yang akan disetujui Mendagri hanyalah penggantian pejabat atau mutasi antar jabatan & tidak untuk mengisi jabatan yang kososng melalui seleksi terbuka (selter). Sangat keliru Mendagri jika menyetujui pengisian jabatan melalui selter atau job bidding, sebab UU Pilkada telah mengatur apabila terdapat kekosongan jabatan maka kebijakan yang ditempuh adalah pengisian jabatan melalui penunjukan PLT bukan diisi dengan selter.

Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada ini dibentuk untuk menjamin & melindungi para pejabat dari politisai birokrasi serta like & dislike para petahana, bukan petahana & Pj kada dalam rentang waktu tahapan & jadwal pilkada. Jika terdapat kekosongan jabatan, tak perlu dilakukan pengisian jabatan melalui selter. Biarkan PLT yang menjabatnya mulai dari 6 bln sebelum penatapan paslon hingga akhir masa jabatan. Nanti kada & wajkada terpilihlah yang akan melakukan pengisian jabatan yang kosong melalui selter.

PENERAPAN PASAL 71 AYAT 2 UU PILKADA

Dalam penerapannya Pasal 71 ayat 2 jo Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada telah menelan korban para petahana. Paling dekat di Provinsi Gorontalo, petahana Boalemo melalui Putusan MA No:570.K/TUN/PILKADA/2016 membatalkan paslon kada petahana, akibat petahana melakukan penggantian pejabat struktural secara permanen/definitif.

Dalam sengketa ini terdapat SE Bawaslu No 0649/K.Bawaslu/PM.06.00/X/2016. Salah satu isi SE yakni angka 6 “Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota menerbitkan keputusan baru yang mengembalikan pejabat yang dipindahkan kepada posisi semula maka perbuatan penggantian pejabat tersebut tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 71 Pilkada”. Namun, SE ini dalam Putusan MA No:570.K/TUN/PILKADA/2016 & putusan DKPP RI No 125, 126, 132, 145/DKPP-PKE-V/2016 tgl 6 Januari 2017, turut dijadikan pertimbangan hukum oleh Majelis, “dengan mengabaikan & tidak diakui sebagai norma yang harus dijadikan dasar dalam persoalan penggantian pejabat”.

PENUTUP

Dari makna Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada & dengan memperhatikan berbagai putusan oleh KPU & Bawaslu hingga putusan DKPP, PTTUN & MA, maka kada & wakada petahana jangan pernah melakukan penggantian pejabat 6 bln sebelum tgl penetapan paslon tgl 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Apabila terjadi kekosongan jabatan maka kada mengisi kekosongan jabatan itu dengan menunjuk PLT bukan dengan selter. Begitu pula atas makna penggantian pejabat tidak terbatas pada mutasi saja, termasuk menjadikan pejabat tanpa jabatan dengan alasan apapun pada rentang waktu 22 Maret 2024 hingga berakhirnya masa jabatan.(*)

Comment