Belajar Sastra Tak Mungkin Lupa Jassin

Gorontalopost.id – Sejarawan, Prof. Taufik Abdullah dan DR. Nirwan Dewanto menyebut HB Jassin, tokoh sastra asal Gorontalo yang mendunia ini punya peran besar dalam dunia sastra di Indonesia. Itu dikatakan mereka saat seminar nasional tentang kepahlawanan HB Jassin, di kantor Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, pada akhir Februari 2022 yang lalu.

Misalnya, Prof. Taufik, ia mengenal HB Jassin, dari majalah mimbar Indonesia yang memuat tulisan tentang anak-anak di masa agresi militer Indonesia. Pada majalah itu, HB Jassin merupakan salah satu editornya, termasuk pada bagian tentang anak-anak. Setelah SMA di Bukittingi, Prof Taufik mengaku kerap membaca majala aneka bagian olahraga, yang editornya adalah Katili. Begitu kuliah di Jogjakarta, bacaanya adalah koran lokal dengan tulisan-tulisan musik klasik yang penulisnya adalah Dungga.

“Saya sudah kenal 3 orang (penulis), Yasin, Katili, Dungga, ketiga-tiganya orang Gorontalo. Saya tidak pernah kenal jumpa Katili, dan Dungga, tapi saya kenal dengan HB Jassin,”ujarnya. Ia juga sempat merekam jejak kehidupan HB Jassin, termasuk keberhasilan HB Jassin meraih berbagai penghargaan dalam dan luar negeri. Penghargaan sekelas bintang mahaputra juga diraihnya.

Menurut Prof Taufik Abdullah, Jassin adalah pelopor, tidak saja tentang sastra indonesia moderen, jasa Jassin, menerjemahkan beberapa buku penting, termasuk buku Renungan Indonesia, yang ditulis Sultan Sjharir. “Jasa pak Jassin, tokoh yang tidak mudah dilupakan, orang yang belajar sastra Indonesia, tidak mungkin lupa dengan pak Jassin,”katanya.

Sementara itu, sastrawan DR. Nirwan Dewanto juga turut menguraikan pandanganya tentang HB Jassin. Ia menyebut, HB Jassin mampu membangun dokumentasi sastra, menyimpan seluruh jejak sastra.

“Itu disimpan Jassin dan itu ada. Tulisan tangan Chairil anwar, dan sebagainya, tidak seorang pun yang melakukan ini kecuali pak Jassin, tidak seorang pun yang melakukanya sendirian kecuali pak Jassin,”katanya. Ia mengatakan, mula-mula HB Jassin mendokumentasikan seluruh karya sastra itu di rumah. Kemudian dilihat Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Ia tertarik dan menawarkan bantuan untuk HB Jassin, dengan menyokong pusat sastra HB Jassin. “Jasin itu tokoh, tapi tokoh seperti dia tidak ada lagi sekarang. Kalau kita sebut tokoh, maka yang terbayangkan adalah populer, gemerlapan, mengundang cap jempol, dan dukungan poltik. Tokoh yang muncul ke permukaan terus menerus.

Pak Jassin bukan seperti itu, ia tokoh yang bekerja di belakang (layar). Tidak mencari panggung. Dan karakternya kita rindukan sekarang, ilmuan, dan peneliti,”ujarnya. Ia menuturkan, HB Jassin merupakan orang yang tidak segan tampil kedepan, untuk membela satu kasus yang perlu dibela. Meskipun itu tidak terkait dirinya langsung.

Nirwan Dewanto mengisahkan pada tahun 1965, Jassin terpaksa harus keluar dari pekerjaanya di UI karena serangan dari pihak yang berseberangan. Tahun 1968 harus duduk diperadilan karena membela satu cerpan, langit makin mendung. “Dia tampil pembela Chairil Anwar dan Hamka yang dituduh plagiarisme,”ujarnya.

Jassin menjadi saksi pertumbuhan sastra indonesia, dan ia berani mengatakan apa yang penting. “Gorontalo dan daerah-daerah lain di Indonesia, itu bisa memberikan tokoh-tokoh kaliber, seperti pak Jasin, Katili, Habibie, Jus Badudu. Gorontalo bisa memberikan bukan hanya putra daerah, tapi manusia universal, manusia bermutu tinggi seperi Jassin.

Pak Jasin itu sebuah anti monumen, seluruh kipra yasin itu dibelakang, sepi. Jasin anti monumen yang monumental,”ujarnya. Salah satu mahasiswa HB Jassin, DR Sunu Wasono (Universitas Indonesia), mengakui jika pengetahuan HB Jassin luas sekali tentang sastra.
Bahkan kata dia, banyak sastrawan yang berharap agar karya mereka dibahas Jassin.

“Kalau sudah dibahas HB Jassin tiu sah. Tahun 1980an, banya penulis (buku) yang meminta pengantarnya adalah HB Jassin, itu rasanya sudah sastrawan,”ujarnya.

HB Jassin kata dia, sejak 1940 sudah jadi pengelola dan pengasuh rubrik sastra di majalah-majalah. “Berkat bunga rampai yang dihimpunya, pujangga baru, puisi, gema tanah air, masyarakat dan dunia pendidikan sastra Indonesia, ini yang penting antologi yang dihimpunya itu, masuk ke ruang-ruang perpustakaan, ke ruang-ruang kelas, dan menjadi buku pegangan bagi guru-guru dalam mengajar sastra di sekolah,”katanya.

Di perguruan tinggi, telaahnya yang terhimpun dalam sastra Indonesia modern dalam kritik dan esay ada empat jilid. “Diantaranya sastra indonesia sebagai warga sastra dunia, pemeran Indonesia dan dunianya, itu menjadi rujukan penulisan skripsi, tesis dan disertasi,”terangnya.

HB Jassin, kata Sunu Wasono, jasanya tidak diragukan lagi. Pertama, HB Jassin wariskan dokumentasi yang tidak ternilai harganya, kedua wariskan karya-karyanya untuk pendidikan, dan ketiga keteladanan. “Pantas jika diusulkan sebagai pahlawan nasional, tidak diragukan lagi,”tandasnya. [tulisan ini pernah dimuat di Gorontalo Post edisi 23 Februari 2022]. (tro)

Comment