Pimpro Proyek Eks Jalan Panjaitan Dibui

Diduga Nikmati Komitmen Fee dari Kontraktor

Gorontalopost.id, GORONTALO – Proses penyidikan kasus gratifikasi pada proyek Jalan Nani Wartabone eks Panjaitan Kota Gorontalo memasuki babak baru. Kemarin, (11/6/2024) Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus(Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo menahan dua tersangka dalam kasus tersebut.

Pantauan Gorontalo Post, sebelum melakukan penahanan penyidik Pidsus sebelumnya memeriksa keduannya masih berstatus sebagai saksi sejak pagi pukul 09.00 Wita.

Kedua orang tersebut yakni inisial AA alias Antum selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU PR Kota Gorontalo serta FL alias Isal selaku pihak swasta.

Setelah menjalani pemeriksaan secara marathon selama kurang lebih delapan jam, status keduannya akhirnya ditingkatkan menjadi tersangka.

AA dan FL saat itu juga langsung ditahan dan diborgol serta diminta untuk mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Tinggi Gorontalo warna merah jambu.

Keduannyan digiring ke lantai tiga yakni ruang konfrensi pers untuk mendengarkan pemaparan dari pihak Kejati Gorontalo perihal penahanan terhadap mereka.

Sambil menghadap ke dinding, kedua tersangka hanya bisa tertunduk lesu. Setelah itu keduannya langsung digiring ke mobil tahanan untuk menjalani penahanan di Lapas Kelas II A Gorontalo.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Gorontalo Nur Surya SH MH yang juga didampingi Asisten Intelejen Otto Sompotan SH MH kepada awak media mengatakan, penyidik bidang tindak pidana khsusu telah melakukan pemeriksaan dua orang saksi inisial AA dan FL dalam dugaan gratifikasi pada proyek jalan Nani Wartabone eks Jalan Panjaitan Kota Gorontalo.

Hasil pemeriksaan tim penyidik serta hasil eksposes penanganan perkara sebelumnnya, status saksi AA dan FL ditingkatkan menjadi tersangka.

Penetapan tersangka didasari oleh perbuatan AA selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya selaku PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Peran AA dalam kasus ini yakni memaksa seseorang yakni penyedia barang atau kontraktor untuk memberikan sesuatu berupa sejumlah uang atau komitmen fee dari proyek eks jalan Nani Wartabone Tahun Anggaran 2021 pada dinas PU PR KOta Gorontalo.

Berdasarkan hasil pemilihan Pokja pengadaan barang dan jasa Setda Kota Gorontalo yang diserahkan kepada tersangka AA selaku KPA, merangkap sebagai PPK.

Bertempat di Dinas PUPR KOta Gorontalo, terdapat tiga penyedia barang dan jasa yang dipilih saat itu yakni PT Cahaya Mitra Nusantara sebagai pemenang, kemudian PT Rizki Cahaya Abadi sebagai cadangan 1, dan PT Mahardika Permata Mandiri sebagai cadangan ke 2.

Bahwa terhadap hasil pemilihan tersebut tersangka AA selaku PPK menolak hasil pemilihan penyedia yang dilakukan oleh Pokja pengadaan barang dan Jasa Setda Kota Gorontalo.

Bahkan, tersangka AA meminta untuk dilakukan evaluasi ulang, namun hasil review tersebut ditanggapi Pokja yang tetap pada hasil pemilihan mereka.

Sebab Pokja menganggap pemilihan penyediaan barang dan jasa yang dilakukan AA selaku PPK bertentangan dengan aturan Lembaga kebinakan pengadaan barang dan jasa serta sejumlah aturan lain.

Tersangka AA menunjukan surat penunjukan kepada PT Mahardika Permata Mandiri dengan Dirut Azhari. Memberikan kuasa direktur kepada Deni Juaeni selaku pihak yang dinyatakan sebagai cadangan kedua. Padahal revieu yang dilakukan bertentangan dengan dokumen pemilihan nomor 600 tanggal 1 sept 2021.

Penetapan PT Mahardika sebagai pemenang tender paket tersebut, tersanka AA bekerjasama dengan FL selaku pihak swasta untuk meminta komitmen pemberian Fee sebesar 17 persen dari nilai kontrak sebelum dilakukan penandatanganan kontrak.

Jika komitmen tidak diberikan, maka tidak akan dilakukan penandatanganan kontrak antara tersangka AA dengan saksi Deni Juaeni, selaku Direktur PT Mahardika Permata Mandiri.

“Saksi Deni Juaeni memberikan Fee sebesar Rp 2,3 Miliar. Pemberian Fee tersebut melalui rekening BCA milik saksi Baharudin Pulukadang alias Alo, dimana yang dinikmati FL sebesar 1,6 Miliar. Selain itu Deni menyerahkan secara tunai melelalui Baharudin kepada AA senilai Rp 303 Juta.

“Atas temuan ini maka kami menetapkan AA dan FL ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan tersangka Nomor B- 1113/P5/Fd. 1/06/2024 tanggal 11 Juni 2024 atas nama tersangka AA dan Surat Penetapan tersangka Nomor B-1114/P5/F4.1/06/2024 tanggal 11 Juni 2024 atas nama tersangka FL,”ungkap Nur Surya.

Selain itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun.

Para tersangka juga disangkakan dengan Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun. (roy)

Comment